Seperti malam-malam sebelumnya, setiap malam Morojoyo yang notabene adalah lingkungan perkopian barat kampus STAIN / IAIN / UIN Mangli menjadi tempat tumpahnya berbagai emosi nan ekspresi. Emosi marah ketika wifi mulai lemot, sepeda tak dapat keluar dari parkiran. Emosi gembira ketika pojokan cafe lantai dua yang lampunya redup sedang sepi (ngapain tuh?). Ekspresi malu ketika sedang berduaan ketemu kating (kakak tingkat). Ekspresi bingungnya Maba (mahasiswa baru) ketika baru pengalaman pertama sedang mencari tempat janjian yang cafenya berjejeran. Semua tumpah dalam kedamaian malam dibawah lampu kuning ketenangan.


Morojoyo - Hal yang patut disyukuri dari tempat itu ialah, Morojoyo selalu welcome pada mahasiswa yang tak punya tempat tinggal, bahkan welcome kepada mereka yang hanya menjadikannya sebagai tempat pelarian. Fungsi Masjid dan hotel merah putih (SPBU) yang biasa dijadikan tempat bermalam gratisan diambil fungsinya oleh Morojoyo. Dengan modal kopi hitam lima ribu bisa menginap di Hotel Kayu bukankah suatu nikmat yang patut disyukuri?, Alhamdulillah.

 

Kalau tadi membahas hal yang patut disyukuri, sekarang akan membahas hal yang patut disayangkan. Di tahun 2021, salah satu cafe yang hadir dengan fasilitas berbeda karena adanya layar televisi yang menjadi daya tarik tersendiri resmi tutup. Entah apa sebabnya. Pasti akan muncul banyak kemungkinan bila di spekulasikan. Cafe yang resmi tutup itu akhirnya dialih fungsikan menjadi Mushola oleh pengelola. Keputusan itu disambut gembira oleh para Ashabul Qohwah (Read : Pecandu kopi) . Tak perlu lagi repot-repot beranjak keluar cafe mencari Masjid atau Mushola terdekat untuk sembahyang. Keberadaan Mushola yang jelas manfaatnya ini berjalan lumayan lama, hingga akhirnya hal naas pun terjadi. Akhir bulan November tepatnya. Mushola yang biasanya ramai ketika waktu Maghrib hampir habis itupun lenyap. Putih, biru, serta pink-nya warna mukena tak terlihat lagi, sajadah yang biasanya dibeber berjejer mengarah barat sedikit miring kekanan pun tak nampak. Indikasi pengalih fungsian Mushola pun sudah tercium baunya. Hal inilah yang patut disayangkan. Ada Mushola saja masih besar rasa malas sembahnyangnya, apalagi bila tak ada?.

 

Ibarat dua sisi mata uang, ibarat Yin dan Yang kalau dalam filosofi Tionghoa, Morojoyo pun begitu. Masih banyak lagi hal-hal menarik disana, misal adanya warung makan Bu En, misteri nama Morojoyo itu sendiri, dan lain sebagainya. Semoga lain waktu tulisan itu bisa siap dibaca lagi oleh para sahabat.

Tambahan :

Morojoyo adalah nama umum yang dikenali untuk area kopian di sekitar Derbugen (nama daerah, mungkin dusun). meskipun, Morojoyo juga merupakan nama salah satu kedai disana. namun, yang saya maksud dalam tulisan ini adalah Morojoyo sebagai area kopian ya lur.

Di bawah lampu kuning -kedai Matur Nuwun

29/11/2021


Posting Komentar

0 Komentar