·
Jangan lepas dari bersyukur dan berprasangka baik pada Tuhan
·
Ketika kecewa, banyak masalah, biasah ae!, yo iku jenenge donyo,
dinikmati, anggep ae kafaroh (penghapus dosa). Mungkin selama ini kita pernah
lalai pada perintah Tuhan. Mending
kafaroh'e ng dunyo timbang ng akhirat.
·
Seindah apapun mawar tetap berduri, sejelek apapun kotoran tetap
bermanfaat. Semua ada baik buruknya.
·
ketika teman meminta bantuan, pinjam uang misalnya. Artinya Tuhan ingin
memberikannya rezeki lewat perantara kita. Bersyukur, dari 8 Miliar penduduk
bumi, kita yang dipilih Tuhan menjadi perantaraNya.
·
Dalam ilmu Tasawuf diterangkan, ketika susah jangan terlalu, nanti juga
akan senang lagi. Begitupun ketika senang, jangan terlalu, nanti akan susah
lagi.
·
Ketika galau, ditimpa masalah, diterjang musibah lalu kita dituntut
berpikir keras, syukuri saja. Artinya akal yang Tuhan berikan nyatanya
bermanfaat.
·
Ajaran Rosul ketika galau, sempit perihal ekonomi, coba lihat sekelilingmu,
lihat orang yang lebih susah darimu.
· Syi'ir Imam Syafi'i
مَا فيِ المُقَامِ لِذِيْ عَقْلٍ وَذِيْ أَدَبٍ #مِنْ رَاحَةٍ فَدَعِ الأَوْطَانَ وَاغْتَرِب |
"Tidak
ada tempat bagi orang yang berakal dan beradab untuk beristirahat,
tinggalkanlah tanah kelahiran dan mengasingkandirilah." |
وَالأُسْدُ لَوْلاَ فِرَاقُ الغَابِ
مَاافْتَرَسَتْ # وَالسَهْمُ لَوْلاَ فِرَاقُ القَوْسِ لَمْ يُصِبِ |
"Dan
singa jika ia tidak keluar dari belantaranya maka tak akan dapat menerkam
mangsa, anak panahpun
jika tidak keluar dari busurnya maka tak akan mencapai sasaran tembak." https://bincangsyariah.com/kolom/keutamaan-merantau-dalam-syair-imam-as-syafii/ |
kenapa Tuhan mencipakan orang-orang buta dll?
karena itu bentuk keadilan Tuhan, mereka dijadikan
contoh oleh Tuhan.
andaikan Tuhan berbicara bagaimana nasib orang buta?
Saat Covid lebih banyak baca buku, belajar Tasawwuf, menemukan
pola ilmu pengetahuan.
tamparan dalam kitab al Hikam: kita selalu menuntut
orang lain untuk berbuat sesuai apa yg kita inginkan, padahal kita sendiri
belum tentu mampu.
membantu? harusnya kita bersyukur, dari milyaran orang
di dunia, kita yang terpilih untuk membantu dia.
tapi penerapan seperti ini tidak bisa dilakukan di
semua sisi, misal dalam organisasi ada pembagian tupoksi hal tadi penerapannya
dalam hal sosial.
Alhamdulillah, aku dipilih untuk bertemu dengan iqbal,
fauzi, adib, zaki, alif, Gus Aba, dll.
aku berkumpul dalam banyak perkumpulan.di berbagai
tempat pasti beda identitas. sebagaimana dikenal sebagai pemikir keras, di
perkumpulan yang lain dikenal dagel, mabar jago valir. aku menyesuaikan diri
saja.
gak malu? ndak. justru itu sebagai kafaroh juga bagi
aku. artinya: ketika sudah biasa membahas yg berat-berat, kemudian kita enggan
berkumpul dg org "cok, cak, cok" dhauqus salimnya kurang.
jangan-jangan kita merasa sombong di sana. justru tawadlu' dan ujub itu diuji
saat itu. kalau kumpul dengan yg suka diskusi, ujub itu ndak ada.
dalam Muqoddimah ibnu Khaldun: seseorang yg memiliki
kebijaksanaa, dhauqus salim (dalam ranah jalanan, tidak sekolah, jauh dari
pendidikan) akan dianggap dauqus salim ketika ada yg menjelaskan pengetahuan
kita memilih diam meski lebih faham. dan itu termasuk adab juga.
jangan sampai kita disuruh diam karena banyak ngomong,
dan disuruh ngomong karena banyak diam?
ojo ngomong tok dan meneng tok (wedine kitman)
nasoihul ibad:
orang pintar menyesatkan lebih banyak
yai zuhri: kamu kalau boyong dan blm bisa neima
pendapat org lain, monggo balik lagi ke pondok, belajar lagi.
(obrolan dengan Hamdan F)
0 Komentar