Sejarah Seabad Perjuangan Pakel Atas Tanah dan Masa Depan

 

Resensi Buku Atas Nama Tanah Pakel. Menuliskan kesan saat perjumpaan  pertama dengan buku. Mengutip beberapa isi dan rangkuman buku. Buku isi berisi tentang sejarah dan perjalanan perjuangan para petani atas tanah mereka.

Buku Atas Nama Tanah pakel disusun bersama oleh Puputan Pakel Committee dengan petani anggota Rukun Tani Sumberejo pakel (RTSP) yang melakukan pencatatan dan pengarsipan sejarah perjuangan atas tanah di Desa Sumberejo Pakel, Banyuwangi.
Pencarian, penelusuran, pengumpulan data, dan, ke depan, penulisan-ulang akan dilakukan. Buku ini akan diperbarui sesuai situasi perjuangan Petani Pakel yang terus berjalan.

Informasi Buku

Atas Nama Tanah Pakel

Cetakan Pertama, 09 April 2023

i – xxxii + 82 hlm, 14 x 20 cm

Puputan Pakel Committee (PPC)

 

Kesan Pertama

Begitu melihat cover buku, saya sudah terpesona. Kolase foto dokumen dirangkum menjadi satu dengan latar belakang warna  abu-abu. Buku Atas Nama Tanah Pakel dibuka dengan kata-kata Y.B. Mangunwijaya, "tokoh sejarah dan pahlawan sejati harus kita temukan kembali diantara kaum rakyat biasa yang sehari-hari, yang barangkali kecil dalam harta maupun kuasa, namun besar dalam kesetiaannya demi kehidupan." Halaman selanjutnya  dokumen berupa foto Muhammad Slamet sedang mencataat, serta foto salah satu isi catatannya.

Pengantar

Dalam kata pengantar, Sri Mariyati yang merupakan salah satu anggota Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) melukiskan kenangan masa kecilnya yang pahit. Tiga belas tahun yang lalu di suatu malam, pintu rumah keluarganya digedor secara kasar oleh rombongan orang tak dikenal, begitupun dengan  rumah lain. Beberapa warga dibawa secara paksa. Ternyata rombongan itu mengincar para lelaki desa. mereka yang bisa menyelamatkan diri bersembunyi di lahan-lahan garapanya, ada yang keluar Pakel melalui jalur hutan, dan ada yang menyelamatkan diri ke pesantren. Kakek Mariyati dibawa dan dipenjara. Bapaknya buron, sedang ibunya di rumah yang sedang hamil mengalami pendarahan. Mereka dipenjara karena memperjuangkan hak atas tanah yang mengidupinya.

Kronik Pakel: Menapak Tilas Perjuangan Atas Tanah

Akar perjuangan para petani Pakel dimulai pada awal abad ke-20. Desa Soemberrejo (kini Pakel) berdiri di sekitar wilayah hutan bernama Pakel, Banyuwangi, berada diantara lereng gunung Raung dan Ijen. Dekade ketiga abad 20 peperangan terjadi di berbagai belahan dunia, krisis malaise, depresi ekonomi dan lain sebagainya bercampur aduk hingga  efek itu semua masuk ke pedalaman desa. Para petani yang resah lalu mendirikan perkumpulan petani dan mengajukan surat izin membuka tanah pada Bupati Banyuwangi saat itu, Almarhum Notohadisuryo. Bupati mengabulkan dengan mengeluarkan 'Soerat Idin Membuka Tanah', tanah yang dimaksud adalah tanah hutan 'Sengkang Kandang' dan 'Kaseran'. Namun, keputusan tersebut dikecam oleh pihak yang menginginkan perluasan wilayah tanam perusahaan perkebunan Kolonial Belanda. Pertentanganpun terjadi, dan inilah titik awal konflik agraria Pakel yang berkepanjangan hingga sekarang.

berikut adalah rangkuman kejadian yang terjadi sepanjang hampir se-abad "perjuangan" petani Pakel:

1925, para petani Pakel membuat pekumpulan petani dan mengajukan surat izin membuka tanah

1929, Bupati Banyuwangi megeluarkan izin membuka tanah yang dikenal dengan 'Akta 29'. Namun, keputusan ini dikecam oleh pemerintah Kolonial. 170 petani ditangkap dan menuduh para petani telah 'beraksie komunis'.

1930, persidangan memutuskan petani berhak atas tanah hutan tersebut. Kemudian para petani dihalang halangi lagi dan 70 hingga 130 petani ditangkap, dipenjara serta didenda.

1933, Bupati Banyuwangi berganti. Para petani melayangkan protes prihal tanah mereka pada Gubernur Jenderal di Batavia. Gubernur Jendral menyatakan para petani Pakel berhak atas tanah. Namun, surat pernyataan itu tidak diserahkan kepada para petani oleh Asisten Wedono (Pemerintah setingkat kecamatan).

1934, Wedono Rogojampi menabok sandal, menangkap, dan menyekap 8 hari salah satu pemuka petani. Kemudian melarang petani menggarap tanah dan menyerahkan tanah kepada beberapa orang. Kemudian tanah itu dijual kepada para petani miskin.

1935, para petani kembali ditangkap.

1936, tanaman warga dibabat

1937, ditangkap, berkas-berkas dirampas, diserap dan dipaksa membubuhkan 'tjap djempol'

1939, ditangkap dan dipenjara

1941, alat pertanian dan berkas-berkas dirampas. Saat persidangan mendadak bubar karena isu bom.

1942, petani membangun 8 pondokan di tengah hutan/lahan. Doelgani disergap dan ditangkap. Pemerintahan sudah beralih dari Belanda ke Jepang. Doelgani dipenjara.

1943, titik balik. Petani bertemu dengan Mr. Tjan Gwan Kwie. bom sekutu dua kali menggempur  dalam perang dunia ke 2.

1945, PT Bumi Sari didirikan

1960, diterbitkan UUPA pada 24 September

1963, Generasi Ke-2. Para Petani kembali mengirim surat, Bupati Banyuwangi menolak

1965, Tragedi 1965 meletus.

1970, Generasi ke-3  mulai menggarap tanah hutan

1972, pemerintah mendirikan Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani)

1985, PT. Bumi Sari mengantongi HGU, menyerobot lahan Pakel

1988, Pembukaan hutan oleh Perum Perhuani – KPH

1991, penipuan dan pungli oleh pihak Perhutani

1992, Perhutani melakukan intimidasi terhadap para petani

1993, penindasan semakin menjadi-jadi. Reclaiming pertama dalam periode ini. Operasi gabungan polisi menangkap para petani.

1995,para petani digrebek dan ditangkap

1998, reformasi. Bupati Banyuwangi menyarankan Kapolres untuk menindak secara represif terhadap petani Pakel.

1999, salah satu rumah Petani digrebek dan ia dibawa ke kantor polisi.

2000, era Gus Dur, Sempat memanas dengan perhutani

17 Agustus 2000, Brimob dengan iring-iringan mobil. Mereka  menembaki rumah-rumah, pintu didobrak, semua laki-laki di jalan desa ditangkap dan dilempar ke dalam truk, beberapa terkena tembakan. Mereka dipenjara. Disebut "Tragedi Desa Janda".

2002, para petani mendirikan LSM Rukun Tani

2004, PT memperpanjang HGU, menyerobot lahan Pakel

2016, perampokan di salah satu rumah petani, lahan dihancurkan Perhutani

2018, HGU PT. Bumi Sari diperpanjang sampai tahun 2034

2020, Rukun Tani Sumberejo Pakel berdiri. 24 September melakukan reclaiming (kembali). Mendirikan 7 pondokan, 1 Musholla . Tanaman Petani dirusak. Petani memperluas reclaiming

2021, tanaman dan pondokan petani dirusak. Memecah belah. Petani memperluas reclaiming

2022, petani yang ronda malam dikeroyok oleh rombongan polisi dan kemanan perkebunan. Bangunan pos penjagaan PT. Bumi Sari dirusak para petani imbas dari petani yang dikeroyok.

2023, 3 Februari 2023, Tiga petani Pakel ditangkap dengan tuduhan tak berdasar menyebarkan "berita bohong" dan "keonaran" dikalangan masyarakat, ketiganya ditahan hingga kini.

Akhir kata, akan disuguhkan sebuah penggalan tulisan salah satu anggota Rukun Tani Sumbejo Pakel, Sri Mariyati yang masih berjuang hingga kini akan menjadi penutup tulisan ini. "Setiap warga punya ingatan sendiri tentang perjuangan petani Pakel. Yang dialami kami mungkin sulit untuk diceritakan karena takut atau bikin sesak di dada..... Sejarah dan perjuangan ini tidak akan pernah bisa dihilangkan dari ingatan. Dan ingatan dari masa ke masa akan terus melanjutkan sejarah dan perjuangan."

Posting Komentar

0 Komentar