Merokok menurut banyak orang merupakan lifestyle,
seni menghilangkan stres, hingga kebutuhan primer. Penelitian-penelitian telah
banyak dilakukan tentang bagaimana dam
pak baik dan buruknya merokok. Perdebatan
panjangpun juga sudah sering terjadi hingga pada ranah agama. Namun, izinkan
saya yang menjadi perokok aktif sekitar 8 tahun ini membagikan kembali beberapa
pandangan mengenai rokok.
Rokok Sebagai Lifestyle
Rokok sebagai lifestyle sering
ditemui pada para remaja yang meninjak masa pubertas. Mereka menjadikan rokok
sebagai lifestyle karena lingkungan perteman mereka adalah perokok. Rokok menjadi ciri khas antar satu kelompok
dengan kelompok lain, dan kadang merokok menjadi kebanggan tersendiri. Rokok
menurut mereka hanya sebagai formalitas saja, kadang mereka merokok dengan
sedikit rasa terpaksa, maka dari itu intensitas merokok mereka kecil. Karena
hanya sebagai formalitas, cara mereka merokokpun terlihat "lucu." Asap
yang mereka hisap tidaklah ditelan hingga paru-paru, kadang hanya sampai rongga
mulut, mentok sampai tenggorokan. Selain para para remaja pubertas, rokok
sebagai lifestyle juga bisa ditemui di berbagai usia juga dengan
berbagai alasan masing-masing. Tahapan selanjutanya setelah rokok sebagai lifestyle
adalah rokok sebagai seni menghilangkan stres dan kebutuhan primer.
Rokok Sebagai Seni Menghilangkan Stres
Berbeda dengan mereka yang merokok
sebagai lifestyle, adalah rokok sebagai seni menghilangkan stres.
Ditahap ini, para perokok sudah bisa menikmati rokok secara sempurna.
Intensitas mereka berbanding lurus dengan rasa stres yang mereka alami. Alasan
rokok bisa menghilangkan stres adalah karena kandungan nikotin didalamnya yang menimbulkan perasaan relax,
meski hanya semetara. Selain itu, sitem pernafasan yang dilakukan saat menghisap rokok cenderung lebih lama dan dalam
secara tidak langsung dapat membuat rasa stres menjadi berkurang dan menjadikan
timbulnya rasa relax. Sebenarnya, tanpa rorokpun setiap orang dapat
menghilangkan stres dengan sistem pernafasan yang lebih lama dan dalam tadi.
Rokok Sebagai Kebutuhan Primer
Selanjutnya adalah perokok yang
manjadikan rokok sebagai kebutuhan primer. Banyak dari teman sesama perokok dan
bahkan saya sendiri yang sedang berada dalam kondisi menjadikan rokok sebagai
kebutuhan primer. Bagi kami merokok lebih urgent daripada makan, rela
makan seadanya, baju biasa-biasa saja, dan tidur dimanapun tempatnya asalkan
bisa tetap merokok. Aneh memang. Namun, beginilah jika rokok sudah menjadi
candu, rasanya selalu ada yang kurang jika menjalani hari tanpa rokok.
Karena merokok sudah
menjadi kebutuhan, tidak lagi sebagai lifestyle dan seni menghilangkan
stres. Maka kapanpun dan dimanapun harus ada rokok bisa dihisap. Apalagi dari
beberapa waktu yang lalu harga rokok naik secara drastis. Hal ini bukan masalah
jika perokok adalah mereka yang berduit. Namun, bagi mereka yang hidup
pas-pas-an, apalagi yang sedang berada di
perantauan, ini menjadi masalah krusial yang harus segera diselesaikan.
Sebagai seorang perantau, saya harus bisa mengatur keuangan dengan cermat.
Syukur kalau kiriman orang tua masih lancar, tapi kalau sudah semester akhir
seperti sekarang, kadang kiriman orang tua menjadi sedikit macet tanpa tahu
alasan pasti. Dan inilah cara yang kadang saya lakukan.
Cara Saya Agar Terus
Bisa Merokok
Pertama, menghemat pengeluaran
dengan tidak membeli rokok jadi, namun membeli
tembakau dan kertas rokok untuk memproduksinya sendiri. Kedua,
jika sudah tak ada uang sama sekali, hal yang dilakukan adalah dengan
"join" atau numpang rokok
kepada teman yang sama-sama perokok. Hal ini tak mesti bisa dilakukan,
tergantung seberapa banyak dan baik teman yang dimiliki. Ketiga, "ngutes,"
dalam bahasa Indonesia adalah proses, cara mengambil putung rokok sisa.
Biasanya putung rokok mudah ditemukan di tong sampah minimarket, pelataran
SPBU, hingga sepanjang jalan raya. Yang terakhir adalah tempat yang paling
sering disasar. Namun, tentu saja putung rokok yang masih bersih yang akan
diambil. Karena bagaimanapun kesehatan juga masih menjadi sedikit perhatian.
Jika musim hujan datang, saya akan bersedih, karena pasti putung rokok sudah
basah dengan air dan tidak dapat diambil lagi, "musim hujan adalah musim
kehilangan." Keempat¸ memproduksi kembali putung rokok kretek.
Caranya adalah dengan membeli beberapa kertas rokok. Satu wadah kertas rokok berisi
puluhan kertas, biasanya dihargai 500 rupiah. Setelah itu putung rokok kretek
yang ada, meski sudah sangat pendek disobek lalu tembakaunya dicampur dan
diproduksi kembali dengan kertas rokok yang sudah ada. itulah beberapa cara
yang pernah saya dilakukan untuk terus bisa merokok.
Sebagai mahasiswa,
sebenarnya saya menyesal sudah berada dalam kondisi kecanduan rokok, hingga
menjadikannya sebagai kebutuhan primer. Berhenti merokok adalah salah satu
keinginan saya. Selain karena faktor kesehatan dan pemborosan terhadap uang,
saya berpikir bahwa rokok dengan asapnya dapat mengganggu orang lain, mencemari
udara serta lingkungan jika putung rokok dibuang sembarangan. Apalagi rokok
model filter yang filternya terbuat dari bahan-bahan yang sulit diuraikan.
Akhir kata, saya adalah perokok, namun saya tidak bangga dengan apa yang saya
lakukan.
0 Komentar