Silo, merupakan surga yang direbutkan. Diantaranya oleh para pengusaha dan elit-elit Jakarta. Disana adalah yang dalam istilah saya tempat Karun menyimpan hartanya, berupa emas dan uranium. Bagaimana sebenarnya yang terjadi di Silo?, saya akan menjawabnya lewat tulisan perjalanan yang baru saja terjadi.
Pertama kali kami mengunjungi Pak S. Beliau alumnus salah satu kampus di Jawa Timur prodi Saintek. Dalam ruang tamunya tak ada pajangan yang lebih besar dari pada rak buku dan isinya. Secara sepintas beliau terlihat sebagai akademisi yang kutu buku. Beliau pernah aktif dalam lembaga swadaya masyarakat (LSM). Menurut teman perjalanan saya, beliau adalah pendidik siapa saja, dari anak-anak hingga orang tua.
Obrolan kami dengan Pak S akan kami tuliskan di bawah ini:
-Sedang hangat (lagi) isu tambang Silo, mulai ada
yg cek ombak.
-45 ribu hektar lahan yang akan dibutuhkan
tambang Silo, desa Pace akan kena.
-Angkernya alas Purbo dibuat-buat oleh Belanda untuk
menutupi emasnya. Kenapa kok ditutupi? Karena tingkat kematangan emasnya (dulu) belum
baik.
-2010 pernah di LSM, ke pengusaha Cina di
Puger, katanya Jember full emas dan dibawahnya uranium.
-Apakah calon bupati yang banyak dapat rekom
itu ada titipan kepentingan prihal tambang Silo?
-RTRW mulai pak Jalal (bupati sebelum bu Faida) itu Jember pertanian, malah
berganti ke perindusrian?
-JLS (jalur lintas selatan) konsep sejak
Megawati?
-Kalau orang² pusat sudah berkumpul mau masuk
tambang, pasti habis Silo itu.
- Potensi masuk lagi besar, gimana masyarakat?
Harus ada daya perlawanan dg inovasi?
-Sudah dibagi-bagi, 90k hektar untuk Megawati?
-Saya punya kenalan alumni UGM pertambangan,
anak ormek, dia di Jakarta, dia yg ngasih info tentang pertambangan di Silo,
dua bulan yg lalu.
-Di silo ada dua bagian masyarakat., ada yang
pro tambang, berupa ; preman-preman dll, kemudian yang kontra : kiai dll. Yg
terjadi adalah konflik horizontal.
-Indonesia kuncinya ada dua, yakni NU dan Muhammadiyah, kalau keduanya sudah nerima tambang, susah. Masyarakat kita kan menjadikan Kiai sebagai panutan. Kalau mereka nambang dan mempunyai dalil, mayarakat yang awalnya menolak ya kemungkinan akan diam. Kiai-Kiai kita itu kan yang punya umat.
-Apakah mereka (para petinggi) yang menerima
tambang tak tahu dampak tambang dan tak merasa bersalah?
Mereka tahu, karena mereka orang-orang pintar. Doktor, profesor dll berkumpul sidana. Ya, mereka begitu karena urusan perut
saja.
-Tambang coba
dilihat dari berbagai aspek:
Ekonomi: siapa yang diuntungkan?
Budaya : Budaya yang sudah ada bakal hilang
jika kedatangan tambang. Apalagi wilayah yang ditempati masyarakat juga akan
terkena tambang dan mengharuskan mereka berpindah tempat.
Sosial : konflik horizontal sudah terjadi antar
masyarakat
Teologi: di berbagai tempat yang terjadi
penambangan, pasti disitu ditemukan juga tempat prostitusi, perjudian dll
(sumber lain)
Lingkungan: merusak alam dan ekosistem yang di
dalamnya terdapat flora dan fauna.
-Data menunjukkan kecamaan dengan jumlah jamaah
haji terbanyak di Jember adalah Silo, dan itu kebanyakan bisa haji dengan hasil
kebun kopi. Jadi Silo tak perlu tambang untuk masyarakatnya sejahtera.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju
Pak M, seorang Tokoh agama yang juga gigih menolak Tambang Silo.
0 Komentar